Powered By Blogger

Jumat, 12 November 2010

Guitar Set Up

Set Up terbaik untuk gitar adalah dimulai dari Ujung sampai akhir, artinya mulai dari peghead sampai body (posisi senar in).

Pabrikan gitar ternama seperti PRS, Gibson, Fender dll tentunya punya patokan khusus untuk best set up gitar-gitarnya yang sebetulnya kalau ditarik benang merahnya tidak jauh/selisih berbeda satu dengan yang lainnya.

Sebetulnya istilah Kalibrasi adalah bagaimana men set up gitar dengan ukuran tertentu (ukuran tertentu dengan toleransi max dan minimumnya). Mengapa perlu kalibrasi ? karena pada dasarnya kuping bisa tertipu oleh dinamika suara, early reflection, direct sound, ambiance, dll Apalagi bila ternya amply atau effect yg digunakan tidak Hi Quality (reference amps), sebisa mungkin untuk set up /kalibrasi ini hindari amply modelling, karena pada amply modelling / cosmo sound gitar tidak murni lagi karena di olah oleh prosessor / IC suara / sampler. Gunakan Analog.

Proses awal dimulai dari :

1. Set up neck guitar (straight, press bar maupun nut, fret)
2. String height
3. Bridge ( intonasi yang tepat, gunakan tuner)
4. Pick Up (berkaitan dengan radius neck, string height )

Semua tentunya ada nilai/.standard/ukuran tertentu dengan min / max.

Artinya, semua proses diatas saling terkait satu dengan yang lain.

Untuk menjawab pertanyaan bagaimana dengan Pick Up Active yang tidak memiliki pole pieces ? kalibrasinya adalah dengan berpatokan pada permukaan cover pick up dengan bottom of the string senar 6 dengan senar 1. (tentunya proses ini didahului dengan string height yang sudah sesuai dengan radius neck mulai senar 1,2,3,4,5,6).

Metodenya adalah press last fret, untuk PU active dekatkan sedekat mungkin dengan bottom of the string tapi tidak membuat terbentur dengan cover string, lalu ambil spelling 0,5/32 perbedaan antara senar 6 dan senar 1. senar 6 yg lebih tinggi 0,5/32.

Bagaimana cara mengambil patokannya ?

Pertama kita harus mengenal konstruksi gitar yaitu kemiringan antara neck dengan body (bridge). sebagai ilustrasi : gitar Gibson Les Paul konstruksi nut-bridge nya hampir menyerupai disain biola, berbeda dengan Ibanez yang cenderung FLAT alias rata.

Gitar dengan standard yang baik adalah kemiringan cover pick up sejajar dengan arah senar. Jadi hindari membeli gitar yang pemasangan pick upnya kurang baik posisinya).

Bla..bla...bla.....capekk nih kalau ngetik terus kemudian pada akhirnya yg baca juga kagak pahammm...mendingan praktek langsung aja deh.

Tapi gambaran intinya hampir seperti yang sudah dijelaskan oleh Bro daniel. (walau sebetulnya perlu ada sedikit koreksi disana-sini).

PU height yang lebih dekat senar : attack lebih kuat/massive tapi less sustain.
PU height yang lebih jauh dari senar : attack lebih soft / tdk massive tapi more sustain (asal tidak terlalu ekstrem jauhnya).

Untuk mengatasi selera tersebut diatas, tentunya PU height senar 1 s/d senar 6 harus proposional perbandingannya. tetap dengan patokan 0,5/32.

Sebagai Patokan, anda harus mengenal warna akustik dari gitarmu sendiri (tanpa colok amply) apakah FLAT (eg. ESP japan, dll), Brown (Hamer, dll), Mid (eg. Ibanez, dll), Mid Lo (eg. Gibson LP), dll), Mid Hi, dll

Kemudian sesuaikan dengan warna PU nya.

NB : Mutu PU nya minim yang standard (made in Japan lah...) jangan yg abal2x....he he he

Wah..ini kalau diterusin bisa2x 10 halaman lebih nih.......Fiyuuuhhhh

Secara garis besarnya seperti demikian....memang mending praktek langsung daripada diuraikan secara teori disini...nanti malah bingung.

Teorinya adalah gitar anda harus FIT and best setting...!!!

Gitar yang sama dengan cara setting yang berbeda bisa menghasilkan beda karakter juga.

Sekian,

Mungkin sedikit membantu.

Kamis, 11 November 2010

PARKDRIVE

PARKDRIVE launched their self-titled debut album in August, 2005. With their first single Sekedar Cerita they received an immediate warm welcome from Indonesian music lovers and the media alike. Sales hit 3,000 copies in just three months - quite impressive for a release on an indie label.
Although the group had never performed live prior to their first release, just five days after they finished producing their video clip, they were made MTV's Exclusive Artist of August, 2005. Aside from generous airplay on MTV, they appeared on some the network's other exclusive shows and interviews. Their hit single soon became a popular request and climbed up the charts on several national radio stations.
Made up of two Berklee College of Music graduates, Rayen and Juno teamed up with Mikuni's unique vocals. They continue to make appearances and do interviews on radio and television.
Their fresh, new sound in the Indonesian music industry led them to collaborate with well-known local musicians of the same genre, such as Rieka Roeslan and Ali Akbar from The Groove, Philipe from the Sixth Element and Glen Fredly, both in the studio and in their live shows. One of their works with Glen, Selalu Tersenyum, can be found on the "Cinta Silver" soundtrack.
The band's subtle mix of pop and jazz has earned it a wide range of listeners. They have played different types of gigs varying from high school music shows, product and company events, all the way up to prestigious jazz gatherings such as the recent Bali Jazz Festival 2005 and Jazz Goes to Campus 2005 at the University of Indonesia. In March, 2006, they will be one of the featured guests at the Java Jazz International Jazz Festival.
In 2006, PARKDRIVE launch their second single Kucoba. This song features the vocal and compositional talent of their close friend, Adrian Martadinata, who is also an up and coming singer-songwriter. Aside from its jazzy, R&B feel, the song was chosen for its distinct drum track (coming from sounds made on a table) and Adrian's unique vocals and lyrics. In 2007 they Launch again their album named ParkDrive Repackaged.
BIOGRAPHY

Mikuni Gani
Vocals

Mikuni was born in Surabaya on September 16, 1981. After graduating from high school in Singapore, where she was introduced to theatre music, she went on to Boston College. She finished her business degree and was also chosen to represent her school in the acapella group the BC Sharps. They made one album and she went on to study music composition and performance. She then accepted a scholarship to Berklee College of Music, where she finished a short course in vocal performance.



Juno Adhi
Drums, keyboards, synthesizer, trumpet, back vocals

Juno Adhi was born on June 6, 1982. He graduated from the Berklee College of Music in 2003 with a major in music business and a minor in contemporary composition and production. After working for six months at Universal Music Publishing in Los Angeles, Juno returned to Jakarta to start a production house and Gowa Music with Rayendra. PARKDRIVE is their first project together.



Rayendra Sunito
Drums, electric bass, electric and acoustic guitar, back vocals

Rayendra Sunito was born on December 14, 1979. He decided to become a professional drummer when he was 17. After finishing at the International College of Music in Kuala Lumpur and the Berklee College of Music in Boston, Rayendra began working as a drummer in Jakarta. He has worked with Jeff Kashiwa, Glen Fredly, Rio Febrian, Ada Band, Andien, Tohpati, Humania and Idang Rasyidi.

Rabu, 03 November 2010

Memahami politik dalam masyarakat demokrasi

Memahami politik dalam masyarakat demokrasi
Politik merupakan sebuah istilah yang sangat sering diungkapkan akan tetapi seringkali juga disalah artikan tentang makna dari istilah tersebut. Ketika mendengar istilah tersebut pikiran orang sudah dimuati olah berbagai macam konstruksi perilaku manusia di dalam kehidupan sehari-hari, karena politik menyangkut interaksi yang tidak dapat diabaikan sebagaimana orang berinteraksi ekonomi guna memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Adalah benar apa yang diungkapkan oleh Robert Hucksfeldt dan John Sprague seperti diawal tulisan ini, bahwa politik merupakan sebuah “game” yang menentukan siapa yang kalah dan siapa yang menang. Akan tetapi politik tidaklah sesederhana seperti ungkapan tersebut.
Politik hadir dimana-mana, disekitar kita. Sadar atau tidak, mau atau tidak, politik ikut mempengaruhi kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Hal itu berlangsung sejak kelahiran sampai dengan kematian, tidak peduli apakah kita ikut mempengaruhi proses politik atau tidak. Karena itulah sampai-sampai Aristoteles menyebut politik sebagai master of science, bukan dalam pengertian ilmu pengetahuan (scientific) tetapi dalam pengertian politik merupakan kunci untuk memahami lingkungan. Penjelasan ini menyadarkan kita akan pentingnya mempelajari politik.
Kalau demikian, apakah politik itu? Setidaknya ada lima pandangan mengenai politik. Pertama, politik ialah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik sebagai kegiatan yang berhubungan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.
Secara lebih singkat Harold Lasswell mengatakan bahwa (proses) politik sebagai masalah who gets what, when, how, masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana. “Mendapatkan apa” artinya mendapatkan nilai-nilai. “Kapan” berarti ukuran pengaruh yang digunakan untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan nilai-nilai terbanyak. “Bagaimana” berarti dengan cara apa seseorang mendapatkan nilai-nilai.
Berkaitan dengan hal ini David Easton merumuskan politik sebagai The authoritative allocation of values for a society, alokasi nilai-nilai secara otoritatif, berdasarkan kewenangan, dan karena itu mengikat untuk suatu masyarakat. Oleh karena itu, yang digolongkan sebagai perilaku politik berupa setiap kegiatan yang mempengaruhi (mendukung, mengubah ataupun menentang) proses pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang dimaksud dengan nilai-nilai? Fungsionalisme mengartikan nilai-nilai sebagai hal-hal yang diinginkan, hal-hal yang dikejar manusia, dengan derajat kedalaman upaya yang berbeda untuk mencapainya. Nilai-nilai itu ada yang bersifat abstrak berupa prinsip-prinsip hidup yang dianggap baik seperti keadilan, keamanan, kebebasan, persamaan, demokrasi, kepercayaan kepada Tuhan, kemanusiaan, kehormatan dan nasionalisme. Nilai-nilai yang bersifat konkret seperti pangan, sandang, perumahan, fasilitas kesehatan, pendidikan, sarana perhubungan dan komunikasi dan rekreasi. Nilai-nilai yang abstrak dan konkret itu dirumuskan dalam bentuk kebijakan umum yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Jadi, kegiatan mempengaruhi pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum berarti mempengaruhi pembagian dan penjatahan nilai-nilai secara otoritatif untuk suatu masyarakat.
Keseluruhan proses di atas senantiasa melibatkan apa yang disebut banyak orang sebagai kepentingan umum, maka merumuskan kepentingan umum juga menjadi sesuatu yang penting. Samuel P. Huntington melukiskan kepentingan umum sebagai kepentingan pemerintah karena lembaga pemerintahan dibentuk untuk menyelenggarakan kebaikan bersama. Kekuasaan negara yang direpresentasikan oleh pemerintah (an) dalam menyelenggarakan proses politik dan pemerintahan tercermin dalam sistem politik suatu negara. Sejauhmana kapasitas suatu sistem dapat dilihat dari kapabelitas dari sistem tersebut.
Konteks dari sistem politik di sini adalah sistem politik demokratis yang bekerja pada suatu negara. Dalam konteks ini, institusi-institusi yang membentuk sistem politik itu terdiri paling kurang lima institusi politik, yakni pada lingkungan pemerintahan adalah Pemerintah (Eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif); pada lingkungan kemasyarakatan adalah Partai Politik dan Kelompok Kepentingan; dan media massa yang memainkan peran sebagai komunikator untuk kedua tataran institusi politik itu, maupun sebagai kontrol atas mereka.
Jika sistem politik dimengerti sebagai pengorganisasian keberadaan lembaga-lembaga politik tersebut dan kerjasama yang terjalin di antara mereka, maka kemampuan sistem politik dapat dimengerti sebagai kesanggupan lembaga-lembaga politik itu secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama merancang dan melakukan langkah-langkah efektif yang terus-menerus demi tercapainya tujuan bersama mereka. Dalam pengorganisasian seperti itu tercakup pula hubungan yang saling mempengaruhi antara satu lembaga dan lembaga-lembaga yang lain.
Dalam kaitan itu, institusi-institusi politik harus melengkapi diri dengan berbagai perangkat kelembagaan supaya dapat menjalankan peran dan fungsi masing-masing sebagai prasyarat bagi bekerjanya sistem politik. Karena itu, kelengkapan kelembagaan institusi-institusi ini bersifat kontributif terhadap kemampuan sistem politik. Output dari kemampuan sistem politik dapat dilihat dari paling tidak dalam lima hal, yaitu : extratctive capability, regulative capability, distributive capability, symbolic capability, dan responsive capability.
Dalam hal ini, kerangka pemikiran tersebut dijabarkan sebagai berikut: pertama, kemampuan dalam hal memenuhi kebutuhan keuangan baik untuk pembiayaan rutin pemerintahan maupun untuk pembangunan. Kedua, kemampuan dalam mengelola kehidupan masyarakat melalui berbagai peraturan yang mengikat. Ketiga, kemampuan membagi dan mengalokasikan sumber-sumber untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Keempat, kemampuan masing-masing lembaga politik dalam mengalirkan simbol-simbol dan melaksanakan fungsi-fungsinya. Kelima, kemampuan merancang kebijakan dan merespon perubahan sikap, perkembangan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Menyadari luasnya dan besarnya kekuasaan (politik) negara/pemerintah, Montesquieu berpendapat harus ada pemisahan kekuasaan, agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan hanya pada seseorang atau satu lembaga saja. Selain untuk membatasi kekuasaan negara (raja) yang cenderung absolute, juga untuk memudahkan dalam melakukan control terhadap perilaku politik negara/lembaga-lembaga negara dan pemerintah. Pemisahan kekuasaan juga dimaksudkan untuk dapat mengoptimalkan peran dan fungsi dari lembaga-lembaga tersebut. Montesquieu, dengan Trias Politica-nya memisahkan kekuasaan menjadi tiga bagian, yaitu kekuasaan eksekutif (pemerintah), kekuasaan legislative (parlemen) dan kekuasaan yudikatif (kehakiman).
Diambil dari: http://lutfiwahyudi.wordpress.com/2007/03/15/3/