Powered By Blogger

Selasa, 26 Oktober 2010

PERS RILLIS BERSAMA ICW DAN KP2KKN PEMBERANTASAN KORUPSI PASCA PILKADA


Kepala daerah setempat (petahana) mendominasi kemenangan dalam pemilu kepala daerah (pilkada) Jawa Tengah tahun 2010. Hal ini tidak lepas dari peran petahana dalam menyalahgunaan wewenang dan anggaran  dengan sangat besar untuk pilkada. Pada prinsipnya lebih mudah memanipulasi anggaran dari pada memanipulasi hasil pemungutan suara karena pemerintah memiliki pengawasan lebih luas atas anggaran dan hasil ekonomi makro.
Indonesia Corruption Wacth (ICW) dan Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) sebagai lembaga masyarakat sipil memantau Pilkada 2010  berjalan tanpa integritas. Penilaian tersebut di dasarkan pada korupsi pemilu (Electoral Corruption) didaerah. Persoalan tersebut dapat diidentifikasi dalam beberapa hal :
  1. Transisi Kekuasaan Lokal
    1. Konfigurasi Politik.
    2. Fenomena Incumbent.
    3. Fenomena Plt.
  2. Akuntabilitas Lemah
    1. Kontrol Penyelenggara.
    2. Pembodohan Politik Pemilih.
  3. Pemberantasan Korupsi Pasca Pilkada
TRANSISI KEKUATAN LOKAL
PETAHANA DALAM PILKADA JATENG 2010
Daerah Nama Status Hasil
Rembang M.Salim Bupati Menang
Kebumen Nashirudin Mansyur Rustriyanto Bupati Wakil Bupati Kalah Kalah
Kendal Siti Nurmakesi Bupati Kalah
Blora Yudi Sancoyo Bupati Kalah
Wonosobo Kholiq Arif Bupati Menang
Wonogiri Begug Poernomosidi Bupati Kalah
Klaten Sunarna Bupati Menang
Kota Solo Joko Widodo Fx Rudiatmo Walikota Wakil Walikota Menang
Kota Pekalongan Basyir Ahmad Abu Almafachir Walikota Wakil Walikota Menang Kalah
Kota Semarang Mahfudz Ali Wakil walikota Kalah
Boyolali Seno Samudro Wakil Bupati Menang
Purbalingga Heru Sudjatmiko Wakil Bupati Menang
Kab. Semarang Siti Ambar Fathonah Plt Bupati Kalah
Purworejo Mahsun Zain Plt Bupati Menang
Seputar Indonesia, diolah.
  1. 1. Konfigurasi Politik
Pilkada Jawa Tengah 2010 masih diwarnai Banyaknya politik uang, penggunaan anggaran, mobilisasi PNS dan beberapa modus lain. Fenomena incumbent, koruptor dan keluarga koruptor yang terpilih dalam Pilkada juga memberikan catatan munculnya kelompok elit baru di daerah atau sering disebut ‘Oligarhki kekuasaan’.  Basis dasar oligarkhi kekuasaan ditingkat lokal ini terbentuk oleh relasi kekuatan politik, bisnis, ikatan kerabat, dan hubungan keluarga.
  1. 2. Fenomena Incumbent
Tercatat delapan (8) atau 50 persen incumbent di Jawa Tengah menang dalam Pilkada 2010. Beberapa factor yang dapat mendukung kemenangan ini diduga karena maraknya korupsi politik di daerah.
Modus  Incumbent dalam Pememenangan Pilkada
Posisi incumbent  sangat diuntungkan dalam kontestasi pemilu kada. Beberapa keuntungan  posisi incumbent ini diantaranya, memiliki akses atas kebijakan daerah yang dapat dipergunakan sebagai instrumen pemenangan pilkada. Kedua, adanya peluang dalam mengintervensi dalam penentuan penyelnggara pemilu (KPUD). Ketiga menggunakan jaringan birokrasi dalam pemenangan pemilu.
2.1. Penggunaan Kebijakan Anggaran sebagai Instrumen pemeangan Pilkada
Dalam membangun proses pilkada yang jujur dan bersih serta terbebas dari praktek-praktek kotor dalam setiap tahapan  maka patut untuk mewaspadai posisi incumbent terkait dengan uaya-upaya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan dalam pemangan  pilkada.
Pada konteks pelaksanaan pemilu kepala daerah yang fair maka ada beberapa persoalan yang rentan  terjadinya aspek penyalahgunaan kekuasaan, diantaranya adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk menggunakan fasilitas negara/daerah khususnya anggaaran daerah dalam pemenangan pemilu kada. Penyalahgunaan kebijakan anggaran ini dilakukan dengan menggunakan fasilitas pos APBD khususnya Pos belanja sosial, dana tak tersangka dan pos dana hibah.
Potensial penyalahgunaan anggaran ini sangat mungkin dilakukan khususnya oleh incumbent (kepala daerah yang ikut dalam pemilihan) untuk menggunakan dana-dana tersebut sebagai startegi dalam membangun basis politik pemenangan.
Penggunaan program populis dan pemberian dana bansos maupun hibah tentunya akan memberikan dampak pada pencitraan positif incumbent dimata masyarakat, tentunya  kesemua ini adalah faktor penentu kemenanangan incumbent dari efek penggunaan kewenangan selama incumbent berkuasa.
Keunggulan incumbent saat pencalonan pilkada  adalah secara yuridis incumbent tidak disyaratkan berhenti/mundur dan hanya cuti saat pencalonan sampai denngan penetapan pilkada. Dengan posisi  ini akan berdampak pada tindakan incumbent untuk merencanakan upaya-upaya untuk memenangkan pemilihan kepala daerah selanjutnya,
Selain itu kecendrungan adanya beberapa program sosialisasi pemerintah dijadikan sebagai agenda kampanye terselubung yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini terlihat dari munculnya iklan dari beberapa program APBD yang diindikasikan sebagai program kampanye terselubung misalnya kampanye/sosialisasi program pemerintah dengan memasang iklan layanan pemerintah dengan memunculkan simbol kepala daerah sebagai tokoh dalam iklan tdersebut. Keganjilan dalam iklan ini adalah tidak seimbangnya antara pesan iklan yang disampaikan dengan profil tokoh (kepala daerah) yang dimunculkan. Biasanya dalam iklan seperti ini, foto/profil kepala daerah dimunculkan lebih besar dibandingkan dengan substansi pesan iklan layanan yang disampaikan.
2.2. Intervensi dalam pemilihan KPUD dan jaringannya
Peran lain incumbent dalam pemenangan pilkada adalah dengan melakukan intervensi dari tahapan seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) selaku penyelenggaran pilkada. Potensi intervensi incumbent dalam proses ini sangat mungkin dilakukan, yaitu ketika pembentukan  tim panitia selaksi pembentukan KPUD. Jika mengacu pada UU No 22 tahun 2007 yang mensyaratkan bahwa panitian seleksi  calon anggota KPUD dibentuk bersarkan perkawakilan dari beberapa unsur, termasuk unsur pemerintah yang dijunjuk dan disetujui oleh kepala daerah, hal ini diatur dalam  pasal 17 ayat (3)
(3) Keanggotaan Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang anggota yang diajukan oleh gubernur, 2 (dua) orang anggota yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan 2 (dua) orang anggota yang diajukan oleh KPU.dan
pasal 18 ayat (2) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh gubernur dilakukan dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 17 ayat (2), ayat (3),dan ayat (4) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan dari KPU.
Intervensi lain yang dilakukan oleh incumbent terhadap KPUD adalah dengan menggunakan politik anggaran.
2.3.  Menggunakan Mesin Birokrasi (Mobilisasi PNS)
Kemudian pola lain yang digunakan oleh incumbent adalah dengan menggunakan jaringan birokrasi pemerinatahan. Seorang incumbent otomatis juga memiliki jaringan birokrasi dan komunikasi politik, ini menjadi indikator bahwa incumbent sudah memiliki nilai lebih dibanding calon-calon yang lain. Hanya saja yang patut dicermati adalah pola-pola penyahgunaan kewenagan dalam instrumen birokrasi pemenangan pilkada. Pola-pola yang dilakukan adalah mobilisasi PNS, belajar dari proses pemilu yang lalu modus mobilasi PNS masih merupakan modus yang paling banyak dilanggar dalam proses pemilu lalu.
  1. 3. Fenomena Plt
Menjadi hal yang menarik ketika Plt kepala daerah maju dalam Pilkada dan menang. Dalam peraturan Mentri dalam negeri sebenarnya belum jelas diterangkan terkait dengan larangan Plt untuk maju dalam Pilkada. Alasan seharusnya Plt tidak boleh maju dalam Pilkada karena :
  1. Penggunaan Anggaran
Dalam proses transisi dari fakumnya posisi kepala daerah menuju pilkada 2010 di beberapa daerah, Menteri dalam negeri mengangkat pejabat Plt untuk memimpin kepala daerah. Hal ini tentu akan memberikan keuntungan bagi Plt untuk maju karena didukung dengan anggaran yang memadai.
  1. Tidak Adil
Secara kinerja Plt belum dapat diukur parameter keberhasilanya. Oleh karena itu denganmajunya Plt akan memberikan efek ketidaksetaraan dalam pesertaan calon kepala daerah. Hal ini tentunya akan dapat menimbulkan permasalahan antar calon dalam Pilkada.
2. AKUNTABILITAS RENDAH
Dari temuan yang ada terdapat 130 sengketa yang di oleh MK. Dari temuan tersebut hampir seluruhnya telah di tangani oleh panwas daerah dan juga dilimpahkan ke pihak kepolisian setempat.
Namun dari banyaknya pelanggaran yang ditemukan belum mampu diselesaikan di daerah sehingga sengketa tersebut dibawa ke MK. Pada akhirnya keputusan MK menjadi pucuk pengadilan tertinggi Pilkada.
  1. Kontrol Penyelenggara
Penyelenggara Pilkada yaitu Komisi Pemilihan Umum (KUPD) dan Panitia Pengawas Pemilu (Bawaslu) sendiri masih belum bekerja secara baik terutama dalam mengkoordinir kesiapan penyelenggara di daerah. Tercermin dari penyelenggara didaerah yaitu KPUD dan Panwas yang belum memperlihatkan kinerja optimal. Berbagai problem di daerah sedikit banyak tidak mampu diselesaikan dengan tuntas oleh penegak hukum. Akhirnya hampir semua penyelesaian sengketa Pilkada di tangani oleh MK.
  1. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Dari beberapa pelanggaran yang terjadi merupakan kelemahan dari panwas yang tidak bekerja secara optimal. Hal tersebut karena ada beberapa keterbatasan dari panwas di daerah yaitu :
  1. Kewenangan hanya melakukan klarifikasi atas temuan/laporan.
  2. Waktu yang minim untuk melakukan investigasi (14 hari).
  3. Tidak punya kwenangan paksa panggil saksi/terlapor.
  4. Sumber Daya yang terkesan asal-asalan.
Selain itu perlu diadakan evaluasi terhadap kinerja Bawaslu sebagai penyelenggara system pengawasan pilkada secara keseluruhan. Kinerja buruk bawaslu yang menyebabkan pembiaran pelanggaran terus terjadi. Hal ini jika dibiarkan tentu saja akan semakin memperburuk pelaksanaan pilkada dan akhirnya menghilangkan integritas dari pilkada itu sendiri.
  1. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
Munculnya konflik pemilu-kada ternyata banyak dipicu kinerja KPU daerah yang lemah. Akibat kinerja KPU daerah yang lemah, mengakibatkan permasalahan baru. Permasalahan ini seperti pelanggaran kode etik, surat suara dan perhitungan suara. Hal inilah yang menyebabkan Pilkada berjalanpenuh dengan pelanggaran.
Tabel.8
Jumlah Pelanggaran Pada Pilkada 2010
No Tahapan Laporan Diterima Pidana Adm Kode Etik Sengketa Jumlah
1 Daftar Pemilih 19 1 12 5 1 19
2 Pencalonan 74 21 28 17 8 74
3 Kampanye 32 25 7

32
4 Pungut Hitung Suara 1496 122 1336 28 10 1496
5 Penetapan Hasil (MK) 24


24 24
Jumlah 169 1383 50 43 1645
Sumber : Data Rapat Dengar Pendapat antara Bawaslu dengan Komisi II DPR. Mei 2010.
  1. Pembodohan Politik
  2. Pemilih tidak diajak dalam seleksi calon oleh parpol.
Dalam proses seleksi calon kandidat oleh parpol dilakukan secara tertutup sehingga rawan terjadinya jual beli tiket antara parpol dengan calon yang bermodal. Pada akhirnya yang lahir adalah calon pemimpin yang bukan harapan dari masyarakat melainkan sesuai dengan criteria parpol. Seleksi calon seperti ini perlu dirubah agar masyarakat juga terlibat dalam proses seleksi sehingga tidak seperti memilih kucingdalamkarung.
  1. Pemilih tidak dapat mengakses latarbelakang dari calon kandidat.
Pembodohan politik seperti ini dilakukan oleh KPUD dengan tidak mensosialikan latarbelakang calon kandidat kepada pemilih. Sehingga penilaian masyarakat menjadi kabur. Pada akhirnnya keputusan untuk memilih calon kepala daerah bukanterletak pada visi-misi tetapi justru berlaih pada jumlah uang yang diberikan untuk masyarakat.
3. PEMBERANTASAN KORUPSI PASCA PILKADA
Fenomena yang memprihatinkan ketika tersangka kasus korupsi melenggang dengan mulus menang dalam Pilkada 2010, dan di lantik oleh mendagri. Sekali lagi, ini adalah preseden buruk demokrasi di tingkat local karena Pilkada masih memberikan ruang untuk koruptor dan gagal menciptakan pemerinatahn yang bersih dan berwibawa.
Pada akhirnya Pilkada belum berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik, bersih, dan jujur. Bahkan, banyak sekali kepala daerah hasil pilkada yang menjadi tersangka atau terdakwa saat masih menjabat.
TERSANGKA DUGAAN KASUS KORUPSI YANG TERPILIH DALAM PILKADA 2010
Nama Calon Kepala Daerah Kabupaten / Kota Jabatan Dugaan Kasus korupsi Keterangan
MOCH SALIM
( Bupati Terpilih 2010-2014)
Kab. Rembang Bupati Rembang Diduga terlibat dalam kasus korupsi dana peryertan modal PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ) dari APBD 2006 dan 2007 senilai Rp. 35 M Sudah ditetapkan menjadi Tersangka oleh Kapolda Jateng
THEDDY TENGKO
( Bupati Terpilih 2010-2014)
Kab. Kepulauan Aru Bupati Kepulauan Aru Kasus Korupsi  APBD Kepulauan Aru 2005-2007 senilai 30 M Sudah ditetapkan menjadi Tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Maluku
SATONO
( Bupati Terpilih 2010-2014)
Kab. Lampung Timur Bupati Lampung Timur Korupsi APBD Lampung Timur sebesar Rp 107 M Th 2009 Sudah ditetapkan menjadi Tersangka oleh Kapolda Lampung
JAMRO. H. JALIL
( Bupati Terpilih 2010-2014)
Kab. Bangka Selatan Wakil Bupati Korupsi Dana KUT sebesar Rp. 338. 118. 300,- yang
sdh disimpan selama 7 tahun mulai dr tahun 1999.
Sudah di tetapkan sebagai Tersangka Oleh Kejaksaan Negeri Sungailiat 2007
AGUSRIN  M Najamudin
( Gubernur Terpilih 2010-2014)
Provinsi Bengkulu Gubernur Bengkulu Korupsi penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Bengkulu pada tahun 2006 sebesar Rp 27,607 miliar Sudah ditetapkan menjadi Tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu
MZA Djalal-Kusen Andalas ( Bupati-wakil bupati  terpilih 2040-2014) Kab Jember Bupati Jember Djalal berstatus tersangka dalam kasus penggelembungan dana pembelian mesin daur ulang aspal senilai Rp459 juta. Sedang Kusen, adalah terdakwa korupsi dana operasional DPRD Jember senilai Rp754 juta. Tersangka dan terdakwa
Yusak Yaluwo
Bupati terpilih 2010-2014
Kabupaten Boven Dogole Bupati Boven Dogole korupsi APBD 2005-2007 yang merugikan negara hingga Rp 49 miliar. Tersangka
Sumber : ICW, data awal yang diolah dari pemantauan Pilkada 2010.
Incumbent dan Kasus Korupsi di Jawa Tengah
Kepala Daerah/ Mantan Kepala Daerah Incumbent dlm Pilkada Dugaan Kasus Korupsi Ditetapkan Tersangka Keterangan
Mantan Bupati Kendal Hendy Boendoro Pilkada Tahun 2005 Korupsi APBD TA 2003 dengan modus Penyalahgunaan Dana APBD TA 2003 dari Pos Dana Tak Tersangka (DTT); Dana Alokasi Umum (DAU); Dana Pinjaman Daerah dari BPD Cab. Kendal senilai Rp. 47,0 M 2006 (Polda Jateng) Sudah divonis
Mantan Bupati Kab. Semarang Bambang Guritno Pilkada Tahun 2005 Kasus Korupsi Pengenaan Fee terhadap Rekanan dalam Pengadaan Buku SD/MI tahun 2004 senilai Rp 620 juta 2006 (Kejati) Sudah divonis
Mantan Walikota Semarang Sukawi Sutarip Pilkada Kota Semarang Th 2005 Dugaan korupsi APBD Kota Semarang TA 2004 (kasus dana komunikasi) senilai kurang lebih Rp.5M Mei 2008 (Kejati) Belum diperiksa dan di sidangkan
Mantan Walikota Megelang Fahriyanto Pilkada Kota Magelang Th 2005 Dugaan korupsi dalam kasus : Pembangunan Sport Center (Stadion Madya) di Sanden – Magelang Selatan senilai Rp.11M; Dugaan Korupsi Pengadaan Buku Paket (Balai Pustaka/BP) TA 2003 senilai Rp.2 M; Dugaan korupsi Dana Tak Tersangka (DTT) APBD Kota Magelang senilai Rp.470jt Agustus 2008 (Kejari Magelang) Belum diperiksa dan di sidangkan
Bupati Batang Bambang Bintoro Pilkada  Tahun 2006 Kasus dugaan bagi bagi uang dari dana APBD 2004/pemberian bantuan purnatugas bagi anggota DPRD periode 1999 – 2004 di Ruang Mawar senilai Rp.831jt Mei 2008 (Kejati) Ijin Presiden belum turun
Bupati Pati Tasiman Pilkada Tahun 2006 Dugaan korupsi APBD 2003 pada pos pembiayaan LPj tahun  2002 dan pos bantuan kepada pihak ketiga senilai Rp.1,9M 2008 (Polda Jateng) Ijin Presiden belum turun
Mantan Bupati Brebes Indra Kusuma Pilkada Brebes Th 2007 Korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan pasar di Kabupaten Brebes seluas lebih dari 2000 meter persegi dalam dua tahap. Kerugian keuangan negara diperkirakan Rp.5M yang dilakukan dalam APBD Tahun 2003. 2009 (KPK) Sedang disidangkan di pengadilan TIPIKOR Jakarta
Mantan Bupati Cilacap Probo  Yulastoro Pilkada Tahun 2007 Kasus Korupsi pos dana insentif bagi hasil PBB tahun 2005, 2006 dan 2007 sebesar Rp.12,6M; Kasus penyelewengan belanja operasional koordinasi penggalian pendapatan daerah tahun 2005 sebesar Rp.2,15M; Kasus penyelewengan kontribusi dari PT Pelindo III dan pendapatan Dinas Perhubungan Kab. Cilacap serta Dana Alokasi Khusus sebesar Rp.2,9M; dan penyelewengan pada pencairan dana dari Kas Daerah  yang tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp.4,148M total kerugian keuangan Negara Rp.21,8M Mei 2009 (Kejati) Sudah divonis
Bupati Tegal Agus Riyanto Pilkada Tahun 2008 Dugaan korupsi pembangunan Jalan Lingkar Kota Slawi (JALINGKOS) senilai Rp.17M 2010 (Kejati) Baru diajukan ijin Presiden
Bupati Karanganyar Rina Iriani Pilkada Tahun 2008 Dugaan korupsi pembangunan perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar yang diperkirakan merugikan keuangan Negara sebesar kurang lebih Rp15M - Target TSK
Bupati Klaten Sunarna Pilkada Tahun 2010 Kasus dugaan korupsi pemutakhiran data di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) tahun 2008 senilai Rp.3,8M. Dan kasus tersebut juga ada benang merahnya dengan kasus Dana Gempa Klaten 2006 - Target TSK
Bupati Rembang M. Salim Pilkada Tahun 2010 Dugaan korupsi Penyalahgunaan Dana Penyertaan Modal PT RBSJ (Rembang Bangkit Sejahtera Jaya) dari APBD TA 2006 dan TA 2007 senilai Rp.35M 2010 (Polda Jateng) Ijin Presiden belum turun
Database KP2KKN Jawa Tengah : Incumbent dan Kasus Korupsi di Jawa Tengah 2005 – 2010
Jika melihat dari trend 2005 -2010 ini maka tergambarkan bahwa trend pemberantasan korupsi kepala daerah yang dulunya adalah incumbent, artinya korupsi bawaan dari periode jabatanya masih mengecewakan. Hanya 3 dari 12 jumlah tersebut yang sudah diputus vonis penjara. Artinya hanya sekitar 25 % saja yang divonis, belum ada upaya signifikan untuk pemberantasan korupsi. Selain itu korupsi bawaan dari incumbent akan lebih susah ditindak. Artinya jika incumbent dengan kasus korupsi menang dan dilantik menjadi kepala daerah baru maka akan lebih sulit ditindak dan tidak ada jaminan dan kepastian hokum dari aparat. Jadi melantik tersangka korupsi adalah tindakan bodoh.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut ;
  1. Korupsi pada saat Pilkada masih marak terjadi, terutama dalam bentuk; penggunaan anggaran negara, manipulasi dana kampanye, dan politik uang.
  2. Masih terbukanya ruang regulasi yang memungkinkan kandidat bermasalah (tersangka Korupsi) turut dalam kontestasi pilkada
  3. KPUD gagal dalam proses penyaringan calon yang bebas dari korupsi. Hal ini karena belum ada regulasi yang benar-benar melarang, selain karena penegak hokum yang tidak tegas menetapkan tersangka kasus korupsi sehingga calon tersebut dapat dengan mudah ikut Pilkada.
  4. Peran Panwas gagal dalam mengawasi dan mempublikasi temuan adanya pelanggaran hokum salah satu calon. Hal ini memyebabkan public terbutakan dan kesalahan tetap berlanjut.
  5. Pilkada masih memberikan ruang terhadap partisipasi tersangka korupsi. Sehingga proses demokrasi yang substantive belum tercapai yaitu pemimpin yang bersih yang mampu menciptakan local good governance.
  6. Pemberantasan korupsi pasca pilkada masih lemah, tidak ada jaminan bahwa incumbent yang korupsi untuk diprioritaskan dalam penangganan kasus korupsi.
  7. Pejabat Plt yang maju dalam pilkada dan menang karena regulasi yang masih longgar.
Rekomendasi
Terkait dengan masih adanya ruang untuk koruptor dalam Pilkada, kami menyampaikan ;
  1. Kepada pemerintah dan DPR agar serius dalam memberikan perhatian  dan tindakan pada temuan korupsi Pilkada yang selalu ada pada system Pilkada langsung.
  2. Kepada pemerintah, KPU dan DPR agar serius dalam memberikan perhatian kepada ruang untuk koruptor dalam partisipasinya di Pilkada.
  3. Kepada pemerintah agar tidak melantik kepala daerah terpilih yang sudah di tetapkan tersangka oleh penegak hukum.
  4. Kepada pemerintah agar memperhtikan regulasi terkait dengan Plt yang maju Pilkada.
  5. Peningkatan pemberantasan korupsi di daerah oleh Polda dan Kejaksaan.
Semarang, 1 Oktober 2010

Disusun oleh ICW dan KP2KKN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar